Tuhan

Tuhan
doaku

Selamat Datang

Semoga anda krasan dan menemukan apa yang anda cari

Minggu, 10 November 2013

Ku tatap wajahku dalam kaca
Layu

Ku lihat rupaku dalam air
Kuyu

Ku perhatikan
Sama

Ku rasakan
Juga sama

APA yang Ku punya
Yang berbeda?

Jl sriwijaya no 29 Semarang jateng gedung wanita

Jumat, 08 November 2013

Berat
Hidupku
Hidupmu
Berat 

Sama 
Hidupku
Hidupmu
Sama 

Sama 
Berat 

Jumat, 12 Juli 2013

puisi

andai mampu kutangkjap angin,
kan ku ratakan seisi dunia
jika mampu ku memindah laut,
kan ku sirami seluruh tanah
bila ku dapat melipat langit,
kan ku rapikan siang agar menetap dimalam
seumpama ringan memegang mentari,
kan ku bakar seluruh bumi
apabila neraka dapat ku datangi,
tentu kan ku hunihingga waktu tak berputar lagi

Kamis, 11 Juli 2013

puisi

langkahku diatas awan, didalam awang, dihamparan gelap
melayang terbang tanpa tahu arah dan tempat berpijak
kosong, hampa selaksa angin pun tak ada
ini nyata atau maya,
mimpi atau pasti,
entah, entah, entah aku tak mampu melihat
tak sanggup menghirup
tak kuasa mendengar
hampa, kosong, hitam, kelam
tanpa hukum atau kebenaran
kesalahan tak tereja
sepi
sunyi
senyap
lenyap
aku jiwakah?
ruhkah?
entah
hampa

Sabtu, 28 April 2012

puisi

Puisi
Semilir angin bawa dendang kedamaian,
pekat mendung tak ubah suasana,
walau mega tak tampak,
jatuh berhambur didedaunan,
terhempas semilirnya
Rintik mulai bergericik,
pada genting-genting tua yang berlumut,
perlahan jiwaku terhempas, pelan batinku mulai menitik,
sukma berguguran jatuh dan mati,
ruhku melayang pada bayang-bayang gelap yang tertutup awan hitan,
sudah mati

(kebodohanku di asal lahirku)

Puisi Religi

Dari balik bulan ku tatap wajah-MU
dari celah bintang ku coba mengintip-MU,
dari gumpalan awan ku reka cahya-MU,
dari lorong sunyi ku teropong karunia-MU,
dari sepoi angin sejuk ku coba dengar bisik-MU,
dari buturan embun ku bercermin berharap tampak bayang-MU,
tapi semua sia-sia hanya hampa yang ku rasa,
hanya kelam yang ku lihat,
hanya diriku yang ku temui,
dalam lembah hitam dan pekatnya dosa,
dalam pelukan kehinaan dunia Tuhan,
bimbinglah aku menuju ridho-MU

puisi religi 2

Diujung gawang masjid aku bersandar,
menatap kosong ke awan kelam,
rerintik gerimis menyanyi sendu,
desiran angn balut ragaku dingin,
sedingin rasa dan cinta

sunyi,
sesunyi sukma dn jiwa ku lamunkan angan
ku sandarkan harapan,
pada gawang masjid

(asa di masjid as-salam solo alam februari)

Puisi

pada tanggal 1-2-12 jam 21-12 aku sandingkan ragaku pada rumah-MU
aku basuh indra dengan wudlu
 aku dengungkan jiwaku pada ayat-MU
aku bisikkan ketaatan pada kalbu
oh rob... begitu hina dan sia-sia semua
karena akal mengotori jiwa dan sukma
betapa rapuhnya takwa dan iman yang aku punya
astagfirulloh
ampuni hamba yang dholim ini

Kamis, 22 Desember 2011

puisi

Warna Hidup

kembali kenangan terukir
kembali kejenuhan bergulir
kembali asa hadir
kembali sepi hati parkir

ah tak pandai aku mewarna dunia
mungkin karena warna hitam yang aku punya
atau apa memang aku tak ahli
bukan itu
tapi karena aku tak mau menggerakkan jemari
aku sadari

sulit rasanya membangun tekat dan keteguhan
untuk bangkit dari keterpurukan
yah, akibat dari aku sendiri
warna hidupku jadi tak bervariasi

Sepiku

setengah lima hujan belum juga reda
disudut harapan ku labuhkan pertanyaan
kenapa hujan tak reda
selaras hati yang bergerimis menangis
teriris lamun kegalauan rasa perih yang mengiris

panas
air mata yang terkuras
membuat bola mata tak nyaman bekerja

dingin
tetesan hujan tak sedingin jiwaku yang telah kring

gelap
gelapnya mendung segelam rasa yang merundung kenyataan

aku bagaikan daun talas yang tak mampu menangkap tetesan hujan


Jenuh

malam datang jenuh menghadang
mendung menutup bintang
gelap lebar membentang
jiwa kian terguncang
hati makin meradang
aku bersembunyi bagai binatang jalang


Susahnya Jadi Manusia

susahnya jadi manusia
berlaku buruk dicela
berlaku baik orang curiga
diam dibilang egois
bicara dikata ceriwis
berpenampilan sederhana orang kira kere dan mencela
berpenampilan rapi "alah gayanya"
menyapa didisangka menggoda atau mencari nama
masa bodo, sombong katanya
ah memang susah jadi manusia

Inilah Negeriku

inilah negeriku
dimana nyawa tak lagi berharga
dimana kehormatan murah harganya
dimana adab tak lagi berguna
dimana anarkis menjadi jawaban semua masalah
dimana sekolah haya untuk mencari ijazah saja
dimana guru tak bisa jadi teladan
dimana pejabat berlomba memperkaya diri
dimana rakyat makin tak tahu diri
dimana hiburan menjadi tuhan
dimana uang menjadi dewa
dimana dimana tanyaku tak ada jawaban
selaon kehancuran dunia
(puisi ini merupakan tangisanku dan keprihatinanku akan indonesia sekarang, ini terinspirasi tragedi mesuji dan peristiwa yang memilukan lainnya)

Minggu, 20 November 2011

edisi cerpen lucu (sory g asyik blog e)

Anak Siapa Itu?

"Astaghfirullah……." Gerutu pardi melangkah meninggalkan warung itu.
Tapi ia berhenti sejenak, ia lihat dikeremangan kanan warung ada sebuah pohon rindang dan gelap. Sepertinya ada mahkluk halus menghadap tembok. Pardi penasaran.
"Wah itu pasti kuntilanak! Kebetulan, sebenarnya aku penasaran, kuntilanak itu seperti apa sih?" berbicara lirih.
Tetap saja mahkluk halus itu menatap tembok dan seakan akan berbicara dengan tembok, ia tak menyadari kalau sedang diawasi Pardi. Namun Pardi kembali bertanya pada hatinya
"Apa benar itu kuntilanak? Masak setan kok makai baju seksi? Ah mungkin dulunya pelacur yang mati gentayangan. Tapi kayaknya bukan setan dech! Itu siapa yah? Masak malem-malem ada cewek keluyuran ditempat kayak gini?" Pardi tambah penasaran.
Tak berselang lama, mahkluk itu menoleh kearah Pardi dan sontak berteriak "Hey.........anak siapa itu, kecil-kecil main kesini, malam-malam kluyuran? Apa orang tuanya membuangnya?"
Sambil berteriak-teriak ia menatap Pardi yang bertubuh kecil itu.
Pardi kaget dan langsung lari "Sial.....ternyata pelacur sedang transaksi, apes banget aku hari ini" langsung ngibrit lari.

Gadis Gila

Setelah lari agak jauh, rasanya badan Pardi kelelahan. Ia melihat ada pot besar di trotoar yang samara-samar karena lampu tiang disampingnya yang mati.
"Ya Allah.....capek banget, kenapa hari ini aku apes banget! Udah koran laku sedikit, ngopi salah tempat, diteriakin pelacur lagi, apes....apes....!" gerutunya.
Sambil mengipas-ngipaskan tangannya, Pardi mencoba merilekskan badannya dengan menyandarkan diri pada pohon kembang dibelakangnya.
"Tapi ya sudahlha, semoga saja besok lebih baik dari sekarang, lebih baik dari hari ini" berusaha menghibur hatinya.
Tanpa sengaja tangan Pardi dibelakangin untuk bersandar atau bertumpu. Tapi apa yang terjadi? Dirasanya Pardi menyentuh sesuatu menyerupai buah pepaya, kok ada puntingnya lagi!
"Pepaya dari mana ini? Ah, paling-paling orang gila yang menaruh sembarangan, dasar orang.........." dan tiba-tiba
"Halo sayang......................!" tiba-tiba tangan Pardi dipegang oleh cewek telanjang yang tadi ternyata yang dipegang Pardi bukan pepaya, tapi buahnya cewek gila dibelakangnya. Sontak Pardi lari terbirit-birit sambil menggerutu "Orang gila......."
"Sayang.......mau kemana sayang.........tunggu aku sayang......!" sambil mengejar Pardi.

Koran Dan Lokalisasi 2

Tidak seperti biasanya Pardi menjajakan korannya dengan bersepeda, biasanya ia hanya berjalan kaki. Karena pelanggannya yang sudah mulai banyak, terutama orang-orang rumahan, jadi Pardi menggunakan kendaraan sepeda butut untuk mengantarkan korannya.
Hari itu hari sabtu, merasa uang hasil jualannya banyak, Pardi sedikit bersenang-senang dengan hasil keringatnya. "Mumpung malam minggu!" pikirnya.
Dan hari itu juga ia tidak langsung pulang, Pardi main-main dulu kerumah teman-teman lamanya. Hampir seharian penuh Pardi bermain dirumah temannya.
Tak terasa matahari tergelincir kebarat, tanda malam akan segera tiba.
"Do.....aku pulang dulu yah? Udah mau sore nih" pamit Pardi pada Doni teman lamanya.
"Apa nggak sekalian maghriban dulu.......?" pinta Doni
"Bener juga yah? Sekalian minjam sarungnya lagi! Kalau dirumah paling sudah isya n ngapain? Paling bengong lagi!" setuju tawaran Doni.
Setelah maghrib usai, Pardi segera berpamitan dan mengayuh sepeda bututnya dengan santai. Seketika ia ingat kakau hari ini malem minggu.
"Oh iya……inikan malem minggu! Main ketaman kota dulu ah........!" sambil senyum-senyum sendiri.
Pardi melewati jalan pinggir kota yang sepi dan tiba-tiba ia diselip sepeda motor yang dikendarai seorang cowok berboncengan dengan cewek berpakaian seksi dengan santainya.
"Wah siapa tuh? Dijalan kayak gini, mungkin main dikegelapan! Aku ikuti ah........! siapa tahu dapet kesempatan ngintip hehehe" pikiran ngeresnya.
Dengan usaha sekuat tenaga, Pardi mengayuh sepeda bututnya mengejar orang itu. Tapi sekitar setengah kiloan mereka berhenti dan masuk rumah yang ada warungnya dan agak ramai.
"Wah jangan-jangan main kerumah ini, apes nggak jadi ngintip, tapi masak ini rumah cowok itu, ah mungkin saja begitu" pikirnya.
"Tapi ngomong-ngomong ini daerah mana yah? Kok belum pernah lewat sini!" Pardi mulai kebingungan.
Tak jauh dari tempat itu, ada pos ronda dengan beberapa orang tua sedang nyangkru dan ngobrol dengan teman-temannya, Pardi pun berhenti dan bertanya pada mereka.
"Maaf pak, itu rumah siapa pak? Kok tampaknya banyak cewek dan agak ramai gitu!" tanya Pardi penasaran.
"Oh.....itu rumah cinta mas, kalau kamu pingin tahu, masuk saja nggak apa-apa kok mas" jawab salah satu orang itu.
"Kayak judul lagu saja Rumah Cinta, rumah cinta RT 3 RW 5, 10 nomor rumahku, jalannya jalan cinta.....hehehe!" canda Pardi.
"Ngomong-ngomong sampeyan nggak berani masuk ya? Ayo tak anterin! Mau nyari gadis-gadis cantik, gadis bahenol juga ada kok mas, murah-murah lagi!" tawaran salah satu orang itu.
"Gadis murah?" berfikir sejenak "Jadi ini lokalisasi ya pak?" tanya Pardi.
"Bener mas, ya itu yang dinamakan lokalisasi Rumah Cinta" jelasnya.
"Maaf pak saya salah jalan" Pardi langsung ngibrit mengayuh sepeda bututnya dengan kencang.

Gadis Gila

Setelah dirasa Pardi mengayuh sepeda bututnya dengan kencang dan telah jauh dari lokalisasi itu, Pardi berhenti diwarung bakso dan memesan satu mangkok.
"Astaghfirullah.......kok bisa nyasar kelokalisasi lagi yah! Ah itung-itung buat pengalaman, bakso satu mangkok pak!"
"Iya dik!" jawab tukang bakso.
"Kok sepi ya pak? Ini kan malam minggu?" tanya Pardi.
"Iya dik, tadi sore ramai, biasanya saya kalau malam minggu jam segini sudah habis dik dagangan saya! Ini saja tinggal satu porsi, memangnya adik belum pernah kesini?" tanya tukang bakso.
"Belum pak, Eh ngomong-ngomong desa ujung yang saya lewati tadi banyak lokalisasi ya pak?" tanya Pardi lugu
"Iya, bahkan rata-rata pelanggan saya orang-orang yang dari sana atau mau kesana" jawab tukang bakso enteng.
"Apa adik juga habis ngincipi gadis-gadisnya?" tanya tukang bakso iseng
"Eh.....nggak lah pak! Saya nggak terbiasa" Pardi mengelak.
Dengan lahapnya Pardi menyantap bakso itu, sementara tukang baksonya memberesin barang-barangnya. Karena merasa nggak enak karena mau tutup, Pardi segera menghabiskan baksonya dan membayarnya.
"Sudah pak, bakso satu mangkok tambah krupuk satu bungkus!"
"Oh iya 5000, kok buru-buru amat sih dik?" tanya tukang bakso.
"Iya pak, sudah kenyang hehehe nih pak, makasih!"
"Iya sama-sama"
Segera Pardi menunggang sepeda bututnya dan mengayuhnya dengan santai, namun setelah hampir satu kilometer Pardi mengayuh sepedanya, ada seperrti wanita telanjang tapi samar-samar berjalan ditengah-tengah jalan sambil melenggak-lenggok menari-nari.
"Lah……lah….lah, Siapa itu? Setan apa manusia, wah kayaknya salah lihat aku. Tapi kalau orang apa nggak kedinginan yah?" pikir Pardi
Setelah sepeda Pardi mulai mendekat-mendekat dan mendekat, tiba-tiba sesosok manusia telanjang itu menoleh
"Halo sayang……..ayo main saying……aku udah gatel nih……..!" sambil merentangkan tangannya hendak menyetok Pardi.
"Kurang ajar, gadis gila kemarin.............." Pardi menghindar dan langsung ngebut. Ternyata orang telanjang itu seorang gadis gila yang kemarin ditemui Pardi di pot trotoar.

Pelacur 1

Setelah hampir dua bulan Pardi liburan dirumah dengan menjajakan Koran, tiba saatnya Pardi kembali kepondok. Seminggu sudah Pardi di pondok pesantrennya, dan ketika ia sedang leyeh-leyeh diserambi masjid, tiba-tiba datang dari pengimaman masjid seorang tua setengah baya.
"Pardi……!" seorang kyai menghampirinya.
"Iya pak kyai…….!" Jawab Pardi sambil menundukkan wajahnya tanda sungkem penghormatan.
"Dua hari lagi kan pengajian sudah dimulai, sementara kitabnya belum diambil dari percetakan, apa kamu mau mengambil kitab pesenanku?" tawaran pak Kyai.
"Iya kyai, saya siap mengambilkan, tapi……..!" agak sungkan.
"Tapi apa……..? masalah biaya saya yang nanggung, kamu tinggal berangkat dan pulang membawa kitabnya, bagaimana"
"Iya kyai!" jawab Pardi pendek.
"Ya sudah sekarang kamu ikut saya ke ndalem!" segera melangkah kekediaman kyai dengan Pardi.
Segera mereka melangkahkan kaki kekediaman Kyai, dan hampir satu jam Pardi didalam rumah Kyainya. Tak lama kemudian, keluarlah Pardi dengan seraut wajah cerahnya.
Dan menit telah mengantarkan kepada jam dan berhulu pada waktu pagi hari berikutnya. Tepat pada pukul sembilan pagi Pardi melangkahkan kakinya menuju pinggir jalan depan pondoknya, dan tak berselang lama muncullah bis kota searah kota tujuan Pardi hendak pergi. Setelah bis itu berhenti dan segera Pardi menaikinya dengan santai sambil hendak mencari tempat duduk yang kosong.
"Wah kebetulan ada yang kosong satu" Pardi berjalan mengarah pada kursi agak tengah yang telah di duduki seorang cewek berrambut panjang terurai dengan aroma parfum yang menyerbak. Tapi Pardi tidak memperdulikan itu, yang penting dapat tempat duduk pikirnya.
Pardi tak mengeluarkan sepatah kata pun dan tampak tak berminat memandang cewek itu, tiba-tiba ia dikagetkan dengan tepukan tangan kenek di pundaknya.
"Mau kemana mas?" tanyanya.
"Oh ke kota terakhir bang!" jawab Pardi
"Lima belas ribu mas, nih karcisnya mas!" sambil menyodorkan karcisnya.
"Iya bang ini, makasih"
Merasa tenang Pardi melamun entah apa yang dipikirkannya sambil bergoyang-goyang mengikuti bis yang bergerak. Namun merasa ada orang yang duduk disampingnya, cewek itu berusaha mengajak Pardi berbicara.
"Mau kemana mas?" Tanya cewek itu agak genit.
"Oh anu mbak ke kota akhir bis ini mbak, lha mbak mau kemana?" ikut mengajukan Tanya.
"Sama mas, saya juga ke kota akhir, sendirian saja ya mas?" melanjutkan obrolan
"Oh…….! Iya saya sendirian!"
"Saya juga sendirian kok mas…….! Sudah punya pacar apa belum?" cewek itu semakin menjadi.
"Belum mbak, kok mbak tanyanya sampai situ?" mulai males tapi penasaran.
"Nggak apa-apa kok mas, apa nggak pingin punya pacar atau paling tidak merasakan bercinta?" semakan menjadi-jadi.
"Nggak kepikiran tu mbak!" jawab Pardi dengan santainya
"Barang kali pingin bercinta........aku siap kok mas!" ucapnya genit tanpa malu-malu.
"Maksud mbak?" penasaran
"Masa nggak tahu sih mas........ayo tak ajarin bercinta, murah kok mas 10ribu saja.......buat kendaraan saya tempat kerja!" menawarkan jasa.
"Maksud mbak apa sih? Saya nggak mudeng!" tambah penasaran dan berfikir sejenak. "Masa mbak ini menawarkan dagangannya, berarti pelacur!" dalam hatinya.
"Wah mas ini bener-bener lugu banget yah?" sambil senyum-senyum.
Merasa Pardi mengetahui maksud cewek itu, ia langsung membungkam mulutnya dengan tak menjawab pertanyaan cewek itu dan akhirnya diam juga cewek itu. Tapi selang beberapa menit si cewek itu pindah duduk di depannya yang telah kosong.
"Minggir mas!" mulai menggerutu.
Pardi segera mengingkirkan kakinya sambil menggerutu dalam hatinya "Untung saja tak ku layani......bisa-bisa hilang perjakaanku, apa lagi ada orang tua di samping bisa-bisa mereka mengira aku hidung belang.......dasar pelacur sialan"

Sedekah Nyasar

Setelah mengurus kitabnya dan dirasa usai sudah urusannya, kini saatnya Pardi kembali kepondok pesantrennya dengan membawa satu kardus kecil berisi kitab-kitab. Sambil menunggu bis untuk pulang, Pardi melihat disampingnya tidak terlalu jauh ada seorang nenek berpakaian lusuh. Sejenak ia berfikir "wah ada fakir miskin tuh, siapa tahu dapat barokah kalau aku bersedekah kepada nenek itu. Apalagi dulu aku juga pernah, setelah bersedekah langsung nemu duit 50ribu, paling tidak habis bersedekah pikiran jadi tenang........ ah semoga saja keberuntungan datang padaku hehehe"
"Permisi nek, mau kemana ya nek?" Tanya Pardi sopan.
"Anu mas, mau kerumah sakit!" jawabnya kalem.
"Memangnya siapa yang sakit nek?" penasaran
"Saya mas, saya sakit jantung lemah, sudah bawa SKTM malah tidak diberi gratisan, tetap suruh bayar mas." Panjang lebar menjelaskan dengan bernada melas.
"Memang sebenarnya pemerintah itu bertujuan baik, tapi pihak-pihak tertentu yang tidak bias diajak kompromi, saya juga heran wong jelas-jelas sudah dapat Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) kok tetap suruh bayar……." Setuju dengan pendapat nenek itu dan merasa iba dengan nenek itu.
Tiba-tiba muncullah bis tujuan Pondok Pesantren yang ditempati Pardi, segera ia menyetopnya.
"Nih buat nenek, semoga cepet sembuh ya nek……..!" menyerahkan uang 20ribuan kepada nenek itu dan segera Pardi naik bis tanpa menunggu lama.
Menit berlalu berganti jam, yah sudah hamper dua jam Pardi naik bis, tapi pikirannya tak tenang entah kenapa. Lali ia seketika itu ingat sebelum naik bis, ia memberi uang kepada nenek yang mau berobat. Biasanya kalau dia bersedekah, dalam perjalananya ia merasa tenang, masak nggak iklas ngasihnya. Pikiran Pardi campuraduk tak karuan, "Wah kenapa kok pikiranku nggak tenang begini yah? Apa jangan-jangan aku tadi nggak iklas ngasihnya, atau nenek itu bukan orang fakir miskin, wah bener…….berarti sedekahku tadi nyasar…….nenek itu bukan fakir miskin…..apes dah!" ternyata yang ia sedekahi adalah orang yang berprofesi mengemis dan menjadikan sebagai sumber rejeki, itu artinya bukan fakir miskin.

Saya Dari Pondok Anu Lho Pak

Kali ini Pardi mendapat tugas tambahan dari Kyainya, yaitu disuruhnya ia mengabdi dan mengamalkan ilmunya disebuah masjid kota luar daerahnya, karena memang tidak ada yang dapat menggantikan muadzin atau sekedar mengimami jama'ah ketika si imam ada keperluan. Dipanggilnya Pardi ke ndalem Kyai dan diberikan amanat.
"Pardi, di kota Anu ada sebuah masjid Ar-Rahman dekat alon-alon, saya dimintakan bantuan untuk mencarikan orang yang mengetahui ilmu agama, untuk keperluan religius dan tugas-tugas keagamaan. Saya ingin kamu mengamalkan ilmu yang telah lebih dari 8 tahun kamu dapatkan disini, apa kamu bersedia?" tawaran sang kyai.
"Kalau memang kyai menghendaki demikian, maka saya siap melaksanakan tugas kyai!" menyetujui dengan kepasrahan.
"Baiklah kalau begitu, nanti kamu temui Pak Taufiq selaku takmir dan imam masjid Ar-Rahman, bilang saya yang menyuruhnya kesitu" pesan pak kyai.
"Ya kyai, mohon doa restunya dan saya akan segera bergegas segera!" pamit Pardi.
"Tunggu dulu Pardi," menahan pardi
Kemudian sang kyai masuk kamarnya dan tak berselang lama keluar membawa sebuah amplop.
"Ini untuk perjalanan kamu dan bekal beberapa hari!" menyodorkan amplopnya.
"Ya kyai terima kasih. Assalam'alaikum........!" segera bergegas pergi keluar ndalem.
"Wa'alaikum salam warohmatulla........" jawab salam Pardi.
Didalam hati pardi berbunga dan berdetak, bisakah ia mengamalkan ilmunya, sementara ia belum pernah berhadapan dengan masyarakat umum. Kalau hanya adzan di masjid pondok pesantrennya itu sudah biasa, tapi ini dimasyarakat umum. Ah ditepihnya kegelisahan itu, ia yakin pada dirinya dan restu kyai akan mempermudah jalannya.

Setelah panjang jalan ia lalui dan rasa lelah telah menggumpal pada dirinya, Pardi berteduh disebuah warung makan terminal. Kebetulan alon-alon yang ditujunya dekat dengan terminal, jadi ia santai-santai dulu. Pardi memesan minum dan makan, rasanya sungguh nikmatnya..........dan tiba-tiba
"Mas dari pondok Turi ya?" tanya seorang disampingnya.
"Iya pak, kok tahu?" pardi heran.
"Hampir semua orang sini penghuni terminal ini tahu mas, pondok sampeyan itu dikenal dengan kesaktiannya, rata-rata preman sini saja takut kalau mendengan santri pondok Turi, dan pastinya mereka tidak akan macem-macem!" jelasnya.
"Tapi kok pabak tahu kalau saya santri?" mengulang tanyanya.
"Saya pernah mondok disana dik, jadi saya bisa melihat perbedaan dengan santri dari pondok lain" jelasnya.
"Oh begitu ya pak.......!" Pardi memahami
Setelah hampir saatu jam mereka mengobrol kesana kemari, akhirnya mereka berpisah diujung terminal. Pardi enggan naik metromini karena disaranya terlalu buru-buru untuk sampai ke alon-alon, apalagi ia belum tahu daerah sini, yah unyuk memahami daerah ini Pardi memilih naik becak. Akhirnya ia mendekati sebuah pangkalan becak dan…..
"Alon-alon berapa pak?" Tanya Pardi
"Murah dik!" jawabnya singkat.
"Iya tapi berapa pak?" mendesak
"Sudahlah naik, masalahnya agak jauh" memaksa
"Ya sudahlah!" Pardi pasrah dipikirnya paling-paling 2ribu.
"Dari mana sampeyan?" Tanya tukang becak.
"Saya itu santri Pondok Turi pak…..!" merasa bangga dan ia piker bapak itu tidak akan macam-macam.
"Oh……..!" singkat
Sudah hampir 15 menin ia naik becak, tapi kok belum nyampek-nyampek juga ya? Bukannya bapat tadi yang diwarung bilang kalau 15 menit naik becak sudah sampai. Merasa ditipu Pardi bertanya pada tukang becak.
"Kok belum nyampek pak? Apa ini nggak tambah jauh?" penasaran
"Nggak mas, ya ini jalannya!" jelasnya singkat.
"Sudah-sudah berhenti pak saya turun disini!" dengan agak marah.
"Nggak jadi ke alon-alon?" Tanya tukang becak
"Nggak, berapa pak?" agak kesal
"5ribu mas!" jawabnya singkat
"Kok mahal amat, biasanya 2ribu pak!" desak pardi
"Ini jauh mas…..!" langsung ngibrit pergi.
Sementara Pardi yang merasa ditipunya melihat kesana kemari untuk mencari informasi dan di sebuah toko kecil ia bertanya pada seorang ibu.
"Maaf bu, arah alon-alon mana ya?" menanyakannya.
"Sampeyan dari mana?" balik Tanya
"Dari terminal bu" jelas Pardi
"Wah sampeyan malah muter mas, sampeyan balik saja" mencoba memberi petunjuk
"Oh jadi saya tadi kena tipu tukang becak.......!" merasa ditipu.
Setelah Pardi diberi penjelasan oleh penjual itu, akhirnya ia segera bergegas naik angkot, dan dalam hatinya menggerutu "Gara-gara terlalu bangga dengan pondokku sendiri, apeslah jadinya, tak akan aku membanggakan lagi" pikirnya.